Sejak kecil saya terbiasa membaca buku. Ayah tidak seperti orang lain yang senang
membelikan mainan dan sejenisnya. Beliau
lebih suka membelikan buku sebagai hadiah dan berlangganan majalah atau surat
kabar. Saat itu saya merasa tidak banyak
buku yang bisa dibaca karena
keterbatasan daya beli, tetapi hal tersebut tidak mengurangi minat saya untuk
membaca. Di setiap kesempatan saya
selalu menuliskan dan mengatakan hobi
membaca buku.
Dahulu kami berlangganan Majalah
Bobo, majalah anak-anak yang cukup terkenal di zamannya. Kalau majalah tersebut datang setiap hari
Kamis, saya harus membacanya lebih dahulu dibanding adik-adik. Saya juga senang sekali mengunjungi rumah
seorang teman yang punya koleksi buku lengkap dan banyak. Bahkan, saya betah di Perpustakaan Anak Musium Satria Mandala sejak buka sampai
tutup, hingga dalam waktu kurang dari 2 bulan seluruh koleksinya habis terbaca. Menurut Ibu, kalau sedang membaca saya sampai
tidak memperhatikan keadaan sekelilig.
Kesenangan membaca membuat
saya mempunyai mimpi dan cita-cita berbeda dibanding cita-cita teman-teman pada
zaman itu. Saya bercita-cita menjadi
penulis dan insinyur pertanian. Saya
senang mengirimkan naskah ke Majalah
Bobo dan beberapa kali dimuat. Wah
hati saya senang bukan main, apalagi ada hadiahnya. Melihat hal tersebut, Ayah sering mendorong untuk mengikuti berbagai
lomba kepenulisan. Dan ketika Sekolah
Dasar, Guru pun tidak segan mendaftarkan lomba menulis antar sekolah. Walaupun prestasi paling bagus saat itu hanya
menjadi juara pertama se- Kota Madya Jakarta Selatan. Namun, hal tersebut sangat memotivasi.
Seiring dengan usia, saya melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama,
kemudian Sekolah Menengah Atas.
Kesibukan sekolah dan organisasi membuat cita-cita saya terlupakan. Saat itu, saya tidak pernah menemukan event lomba menulis lagi di sekolah
(atau saya tidak tahu). Saya tidak
pernah lagi berpikir mempunyai cita-cita sebagai penulis. Namun, kesenangan saya membaca buku tidak
hilang. Pustakawan di SMA sangat
mengenal saya. Setiap ada buku baru akan
ditunjukkan. Dan saya akan meminjamnya
dengan jumlah minimal 3 buku dalam sehari.
Ketika kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), saya masih sering
mengikuti workshop tentang kepenulisan dan segala hal yang terkait dengan dunia
menulis. Namun, ilmu-ilmu dari workshop
tidak pernah diaplikasikan, hanya sekedar ikut serta dan tahu. Hingga saya menikah dan lebih dari 15 tahun
usia pernikahan. Suami sendiri tidak
tahu cita-cita saya yang satu ini, karena saya entah kenapa tidak pernah lagi berpikir tentang hal tersebut. Benar-benar melupakannya.
Sampai suatu ketika, seorang teman SMA yang bekerja sebagai lay outer di sebuah penerbit menawarkan kerjasama
menyusun buku. Saya langsung terima
tanpa berpikir panjang. Saat itu
keluarga saya sedang butuh uang. Dengan
pengalaman menyusun buku yang didapat dari Ayah, saya berhasil menyusun 3 buku
dengan waktu deadline 2 bulan. Buku yang tidak diterbitkan oleh penerbit
besar dan dijual di toko-toko besar.
Buku ini adalah buku penunjang alat-alat peraga sekolah yang dibuat oleh
suatu perusahaan. Tetapi, hal tersebut langkah awal buat saya. Saya kembali berpikir tentang cita-cita
menjadi penulis. Kerjasama ini terus
berlanjut beberapa tahun sampai saat ini.
Dari situ saya belajar beberapa hal tentang dunia kepenulisan. Menulis buku cerita anak, menyusun buku
untuk sekolah SD sampai SMA, dan terakhir mengenal profesi ghostwriter.
Saya yakin sekali, walaupun usia sudah lebih dari 40 tahun, belum
terlambat untuk sebuah cita-cita. Saya
mulai berkenalan dengan beberapa komunitas menulis di facebook dan Ikut
training-training kepenulisan online di Indiscript Training Centre. Sekarang saya sedang belajar mejadikan
menulis sebagai profesi saya, dengan menerima pemesanan berbagai artikel dan
jasa sebagai ghostwriter. Suatu hari, saya
ingin menerbitkan buku sendiri melalui penerbit besar. Doakan ya….. Saya juga ingin mengajarkan
menulis kepada siswa-siswa Sekolah Dasar.
Demikian kisah saya dan cita-cita.
Walaupun tidak diraih di usia muda, saya senang bisa melakukan pekerjaan
yang saya sukai, apalagi menghasilkan materi.
Bagaimana dengan cita-cita kamu?