Sabtu, 14 Januari 2017

Tentang Cita-Cita


Sejak kecil saya terbiasa membaca buku.  Ayah tidak seperti orang lain yang senang membelikan mainan dan sejenisnya.  Beliau lebih suka membelikan buku sebagai hadiah dan berlangganan majalah atau surat kabar.  Saat itu saya merasa tidak banyak buku yang bisa  dibaca karena keterbatasan daya beli, tetapi hal tersebut tidak mengurangi minat saya untuk membaca.  Di setiap kesempatan saya selalu menuliskan dan mengatakan  hobi membaca buku. 
Dahulu kami berlangganan Majalah Bobo, majalah anak-anak yang cukup terkenal di zamannya.  Kalau majalah tersebut datang setiap hari Kamis, saya harus membacanya lebih dahulu dibanding adik-adik.  Saya juga senang sekali mengunjungi rumah seorang teman yang punya koleksi buku lengkap dan banyak.  Bahkan, saya betah di Perpustakaan Anak Musium Satria Mandala sejak buka sampai tutup, hingga dalam waktu kurang dari 2 bulan seluruh koleksinya habis terbaca.  Menurut Ibu, kalau sedang membaca saya sampai tidak memperhatikan keadaan sekelilig.
Kesenangan membaca membuat saya mempunyai mimpi dan cita-cita berbeda dibanding cita-cita teman-teman pada zaman itu.  Saya bercita-cita menjadi penulis dan insinyur pertanian.  Saya senang mengirimkan naskah ke Majalah Bobo dan beberapa kali dimuat.  Wah hati saya senang bukan main, apalagi ada hadiahnya.  Melihat hal tersebut, Ayah  sering mendorong untuk mengikuti berbagai lomba kepenulisan.  Dan ketika Sekolah Dasar, Guru pun tidak segan mendaftarkan lomba menulis antar sekolah.  Walaupun prestasi paling bagus saat itu hanya menjadi juara pertama se- Kota Madya Jakarta Selatan.  Namun, hal tersebut sangat memotivasi.
Seiring dengan usia, saya melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama, kemudian Sekolah Menengah Atas.  Kesibukan sekolah dan organisasi membuat cita-cita saya terlupakan.  Saat itu, saya tidak pernah menemukan event lomba menulis lagi di sekolah (atau saya tidak tahu).  Saya tidak pernah lagi berpikir mempunyai cita-cita sebagai penulis.  Namun, kesenangan saya membaca buku tidak hilang.  Pustakawan di SMA sangat mengenal saya.  Setiap ada buku baru akan ditunjukkan.  Dan saya akan meminjamnya dengan jumlah minimal 3 buku dalam sehari.
Ketika kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB), saya masih sering mengikuti workshop tentang kepenulisan dan segala hal yang terkait dengan dunia menulis.  Namun, ilmu-ilmu dari workshop tidak pernah diaplikasikan, hanya sekedar ikut serta dan tahu.  Hingga saya menikah dan lebih dari 15 tahun usia pernikahan.  Suami sendiri tidak tahu cita-cita saya yang satu ini, karena saya entah kenapa tidak pernah lagi berpikir tentang hal tersebut.  Benar-benar melupakannya.
Sampai suatu ketika, seorang teman SMA yang bekerja sebagai lay outer di sebuah penerbit menawarkan kerjasama menyusun buku.  Saya langsung terima tanpa berpikir panjang.  Saat itu keluarga saya sedang butuh uang.  Dengan pengalaman menyusun buku yang didapat dari Ayah, saya berhasil menyusun 3 buku dengan waktu deadline 2 bulan.  Buku yang tidak diterbitkan oleh penerbit besar dan dijual di toko-toko besar.  Buku ini adalah buku penunjang alat-alat peraga sekolah yang dibuat oleh suatu perusahaan. Tetapi, hal tersebut langkah awal buat saya.  Saya kembali berpikir tentang cita-cita menjadi penulis.  Kerjasama ini terus berlanjut beberapa tahun sampai saat ini.  Dari situ saya belajar beberapa hal tentang dunia kepenulisan.   Menulis buku cerita anak, menyusun buku untuk sekolah SD sampai SMA, dan terakhir mengenal profesi ghostwriter. 
Saya yakin sekali, walaupun usia sudah lebih dari 40 tahun, belum terlambat untuk sebuah cita-cita.  Saya mulai berkenalan dengan beberapa komunitas menulis di facebook dan Ikut training-training kepenulisan online di Indiscript Training Centre.  Sekarang saya sedang belajar mejadikan menulis sebagai profesi saya, dengan menerima pemesanan berbagai artikel dan jasa sebagai ghostwriter.  Suatu hari, saya ingin menerbitkan buku sendiri melalui penerbit besar.  Doakan ya….. Saya juga ingin mengajarkan menulis kepada siswa-siswa Sekolah Dasar.

Demikian kisah saya dan cita-cita.  Walaupun tidak diraih di usia muda, saya senang bisa melakukan pekerjaan yang saya sukai, apalagi menghasilkan materi.  Bagaimana dengan cita-cita kamu?

Selasa, 10 Januari 2017

Mimpi dan Cita-Cita

               
Anak, terutama di usia pra sekolah dan sekolah sering kali ditanya tentang cita-citanya.  Bahkan dari anak belum mengerti apa itu mimpi dan cita-cita.  Seiring dengan bertambah usia dan kedewasaan, mimpi dan cita-cita sepertinya tenggelam bersama waktu dan kesibukan lain.  Yang tinggal hanya hidup seperti air mengalir.  Mengikuti alur saja.
Ketika anak usia SMA, orang sudah tidah lagi bertanya tentang cita-cita.  Pertanyaanya berubah, mau ke mana setelah SMA, yang biasanya dijawab sesuai dengan akademik yang ditempuh saat itu.  Apalagi setelah anak dewaasa dan menikah.  Sepertinya menikah adalah akhir dari sebuah mimpi dan cita-cita.  Terutama buat yang kemudian menjadi Ibu Rumah Tangga.  Cita-cita yang paling umum, ingin menjadikan putra-putri kelak menjadi anak shaleh/shalehah.  Selanjutnya, hari-hari diisi dengan kesibukan mecari nafkah dan mengurus anak-anak.
Saya pernah bertanya pada teman-teman di facebook, apa cita-cita dan mimpi teman saat ini?  Sebagian besar menjawab, sudah tidak ada lagi mimpi dan cita-cita.  Dengan keadaan yang sekarang saja, sudah bersyukur. Oh… Berarti orang yang selalu dan masih punya mimpi dan cita adalah orang yang tidak bersyukur?  Bukan demikian smestinya.  Mimpi dan cita-cita, membuat kita memiliki target dan selalu semangat untuk meraihnya.  Membantu kita mencapai sesuatu lebih baik lagi tiap harinya.
Mimpi dan cita-cita sebenarnya secara istilah hampir mirip artinya.  Sesuatu yang ingin kita capai di masa depan.  Namun, sebagian orang menganggap cita-cita segala sesuatu yang lebih definitif dan realistis.  Sedangkan mimpi adalah keinginan yang sangat jauh dari kedaan kita saat ini.  Mimpi adalah cita-cita yang besar.  Yang kata orang sangat sulit dicapai atau sebenarnya tidak bisa dicapai sama sekali. Saya pribadi menganggap mimpi dan cita-cita sebagai suatu hal yang sama.  Dua-duanya bisa dicapai.  Bukankan kita bisa naik pesawat saat ini karena mimpi Wright Bersaudara yang ingin terbang seperti burung?  Masuk surga juga termasuk mimpi lho!  Mimpi yang bisa dicapai dengan kerja keras, ibadah, dan beramal hanya karena Allah.  Saya lebih suka menganggap cita-cita merupakan tujuan jangka pendek, sedangkan mimpi adalah tujuan jangka panjang.
Ingin menjadikan anak-anak kita anak yang shaleh, ingin melunasi hutang yang puluhan juta atau ratusan juta, ingin menhafal Al Qur’an, ingin bisa shalat dhuha setiap hari, itu semua adalah cita-cita.  Itu semua adalah mimpi bagi beberapa orang,  tetapi sebenarnya bisa dicapai.  Bagaimana mencapainya?  Di bawah ini beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita.

Tuliskan Mimpi dan Cita-Cita.
     Mengapa mimpi dan cita-cita harus ditulis?  Agar kita selalu ingat apa saja mimpi dan cita-cita kita dan semangat mewujudkan hal tersebut.  Menuliskan mimpi dan cita dari hal yang kecil, yang kemungkinan bisa dicapai terlebih dahulu sampai hal yang besar.  Urutkan juga berdasarkan target  waktu pencapaiannyat.  Misal, mana cita-cita yang paling mudah dan kapan rencana akan diwujudkan, perlu waktu berapa lama untuk mewujudkannya.  Ini akan membantu kita menyiapkan langkah-langkah untuk mewujudkannya .

Buat Langkah-Langkah Mencapai Cita-Cita
Buat langkah-langkah apa yang harus kita lakukan untuk mewujudkan mimpi dan cita-cita.  Contoh, kita ingin menjadikan anak-anak kita shaleh/shalehah.  Apa langkahnya?
Memberi contoh yang baik
Memberi pendidikan tentang tauhid sejak dini
Membiasakan ibadah harian dan ibadah rutin lain sejak balita
Memanggil guru ngaji, dan seterusnya
Jangan biarkan mimpi dan cita-cita hanya sekedar ucapan.  Ingin anak shaleh, tapi hidup seadanya.  Hidup sesuai alur saja.  Anak-anak cukup diberi makan, pakaian, dan rumah yang layak saja.  Semua pendidikan diserahkan pada sekolah.  Mungkinkah anak shaleh akan terwujud?

Tuliskan Semua Mimpi dan Cita-Cita di Tempat yang Terlihat 
Tuliskan semua mimpi dan cita-cita yang sudah diurutkan dan dibuat langkah-langkahnya pada sebuah karton dengan bagus.  Beri hiasan dan gambar.  Kita menyebutnya dengan Dream Board atau Papan Impian.  Tempelkan di tempat yang bisa kita lihat setiap hari dan kita bisa berdoa agar tercapai saat kita melihatnya.  Dan akan selalu mengingatkan kita untuk mewujudkannya.
Pernahkan membaca atau mendengar kisah Asma Nadia, Sang Jilbab Traveller dan penulis buku yang produktif?  Beliau membuat papan impiannya dengan tempelan magnet kulkas dari berbagai negara.  Dan sekarang, hampir semua negara sudah dikunjunginya berkat menulis.
Masing-masing orang punya cara sendiri untuk membuat Dream Boardnya.  Bisa ditulis atau hanya simbol-simbol dan gambar.  Tapi hal tersebut merefleksikan impian dan cita-cita dari alam bawah sadar.  Di beberapa RS di Amerika membuatkan Dream Baord di dekat pasien-pasien dengan penyakit kronis.  Tujuannya adalah membangkitkan semangat si pasien agar terus hidup dan bisa sembuh.

Doa
Terakhir dan paling penting adalah doa.  Mimpi dan cita-cita merupakan tujuan hidup kita.  Langkah dan action mewujudkan mimpi bagian dari ikhtiar atau usaha.  Doa langkah yang kita lakukan setelah usaha. Karena Allah adalah pengabul setiap doa.  “Berdoalah kepadaKu, maka Aku akan mengabulkannya”.  Tidak semua langsung terkabul.  Allah tahu waktu yang tepat dan terbaik kapan doa hambanya akan dikabulkan.


Jadi, bermimpilah!  Karena itu  membuat kita hidup dengan harapan-harapan dan semangat terus mencapai target.  Target dengan tujuan akhir adalah Allah SWT. 


 Sumber gambar :wehearit,com

Senin, 02 Januari 2017

Membeli Buku Seken Murah di Stanza House

Buku, kata orang merupakan gudang ilmu.  Artinya dengan banyak membaca, maka bertambah pula ilmu yang kita dapat.  Bahkan, tempat-tempat yang tidak pernah kita datangi dan segala sesuatu yang belum pernah kita lihat, bisa kita ketahui dari buku. 
Dengan kemajuan  tekonologi internet, apa saja yang ingin kita ketahui bisa tinggal search, keberadaan buku tetap tidak tergantikan.  Sebab biasanya buku menyajikan sesuatu dengan lebih terperinci dan lengkap.  Buku-buku referensi dan buku-buku cerita fiksi dan non fiksi terus dicetak.  Perkembangan otak ketika membaca buku juga jauh lebih pesat daripada kita membaca referensi dari internet.
Namun, tidak bisa dipungkiri.  Perjalanan buku hingga bisa di tangan pembacanya cukup panjang.  Menjadikan buku sebagai komoditi mahal di Indonesia.  Akhirnya, tidak semua kalangan  bisa membeli buku.
Bermula dari kesukaan pemilik, Muhammad Noor, terhadap buku.  Kemudian, pemilik suka mencari buku bekas di Pasar Senen, Jakarta.  Hingga terkumpul berbagai buku di rumah beliau dan bisa ditebak, lemari dan ruangan rumah sudah tidak lagi menampung banyaknya buku-buku tersebut.  Awalnya, sayang untuk diberikan pada orang lain.  Karena beberapa kali diberikan pada orang lain, buku-buku tersebut malah tidak terawat baik.  Akhirnya, pemilik memutuskan menjual sebagian besar koleksi bukunya dan terus berkembang hingga sekarang. Kini, pemilik sudah tidak lagi ke Pasar Senen untuk mencari buku, orang di sekitar akan datang dengan sengaja menjual bukunya ke STANZA HOUSE, bila sudah tidak diperlukan. 
STANZA HOUSE, kini menjadi salah satu alternatif membeli buku murah.  Terletak di Pamulang Indah, Blok B3 No 22, Pamulang, Tangerang Selatan.  Buku-buku yang dijual murah  adalah buku-buku bekas (second) berkualitas dan original dari berbagai jenis.  Ada buku-buku cerita anak berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris, buku-buku komik (bahkan ada komik-komik langka), buku-buku pelajaran sekolah sampai universitas, buku-buku politik, agama, dan lain-lain.  Di sini bahkan ada buku-buku dengan tahun terbit awal 1900an.

Temans sedang mencari buku?  Bisa cek koleksi STANZA HOUSE di Bukalapak atau Tokopedia. Temans yang dekat  bisa datang langsung ke alamat toko yang telah disebutkan di atas.  Atau bisa menghubungi WA 0817772218.  Selamat membaca dan menambah ilmu!


Minggu, 01 Januari 2017

Ini Dia Empek-Empek Syahra! Produksi di Jakarta, Rasa Khas Palembang

Empek-empek merupakan makanan yang mempunyai komposisi utama ikan (biasanya ikan tenggiri) yang dihaluskan dan dicampurkan dengan sagu.  Dalam penyajiannya, empek-empek selalu bersama dengan cuka, yaitu cairan berwarna kehitam-hitaman, campuran air mendidih dengan gula merah, bawang putih, dan cabe rawit dihaluskan.  Makanan ini terkenal sebagai makanan khas Palembang, walaupun pada dasarnya hampir seluruh masyarakat Sumatera Selatan bisa membuatnya.
Sekitar 20 tahun lalu, saat masa kuliah di IPB, saya mengenal empek-empek.  Maklumlah, saya baru mengenal berbagai jajanan memang memasuki masa kuliah.  Itu pun saya kenal lewat penjual keliling.  Dan rasanya?  Waktu itu saya menganggap empek-empek bukanlah makanan yang enak.  Karena setelah itu saya tidak pernah mencobanya lagi.
Barulah ketika menikah, saya berani mecoba empek-empek lagi.  Untuk menyenangkan suami yang sudah susah payah membelikannya! Hmm… Ternyata enak.  Berbeda sekali rasanya dengan pertama kali saya mencobanya.  Apalagi seorang kerabat kemudian mengirimkan empek-empek dengan merk terkenal dari kota Palembang, bertambah kesukaan saya dengan kuliner ini.  Ini empek-empek yang paling enak yang pernah saya coba.  Sayang, asalnya dari kota aslinya, Palembang.  Jauh!  Nggak bisa sering-sering beli.
Sampai sebulan lalu.  Dari perkenalan dengan salah satu grup WA teman sekolah, ada yang menawarkan empek-empek “SYAHRA”.  Temen-temen heboh. Katanya enak banget dan dijamin halal! Ada di Jakarta!   Penasaran deh.  Saya ikutan pesan beberapa bungkus, karena harga per bungkusnya juga nggak mahal.

Jadilah saya menemukan empek-empek khas Palembang yang bener-bener top.  Namanya empek-empek “SYAHRA”.  Tempat pembuatannya, di daerah Jagakarsa.  Begitu pesan, bisa langsung kirim via Gosend dan sejenisnya.  Mudah bukan?  Kapan aja bisa pesan kalau lagi pingin.  Ini no kontak teman saya yang memproduksi empek-empek “SYAHRA”,  081271151080.  Silakan mencoba! Dijamin ketagihan!