Kisah 1
Sepuluh
tahun lalu, saat saya masih mengajar di taman kanak-kanak.
“Yuk,
belajar! Ditunggu sama Bunda Nani!” Salah satu orang tua murid dan anaknya
terdengar memasuki halaman rumah.
“Nggak
mau! Bunda Nani suka dibisa-bisain.”
“Memang
galak?”
“Nggak
sih! Tapi kalau aku nggak bisa, ya nggak bisa! Nggak mungkin jadi pintar!”
Saya
segera keluar.
“Sini
Erisa! “ Saya memanggilnya.
“Siapa
bilang kamu nggak pintar?”
“Kemarin
belum bisa membaca. Sekarang sudah bisa bukan?”
Dia
diam saja.
“Menyusun
balok, sekarang juga sudah bisa bukan?
Akhirnya
Erisa mengangguk.
“Terus
, kali ini kita mau berhitung sampai 20. Pasti juga bisa,” kata saya
bersemangat.
“Iya,
Erisa nanti akan bisa,” jawabnya pelan.
Kisah 2
Nadin
(bukan nama sebenarnya) bukan anak bodoh. Hanya saja sebelumnya tidak pernah
ada yang membimbingnya di rumah. Jadi, hingga sudah memasuki kelas 5 SD,
nilainya tertinggal. Di kelas bimbingan belajar dia tidak bersuara dan
mengerjakan soal jika tidak ditanya. Duduk juga selalu memilih paling belakang.
Setelah
diselidiki, Nadin menyadari ketertinggalannya. Dia minder di hadapan
teman-temannya. Daripada salah menjawab pertanyaan guru di kelas dan
ditertawakan teman-teman, lebih baik diam saja.
Cukup
lama saya membangkitkan semangatnya. Hampir satu semester.
Awalnya
dia tidak mau membaca sama sekali pelajaran apapun karena menurutnya percuma.
Berhitung? Wah, mendengar pelajaran matematika saja dia sudah alergi.
Kini,
di usianya yang semakin besar Nadin
lebih percaya diri. Tidak pernah ada lagi kata tidak bisa dalam kamusnya sebelum
mencoba dan berusaha terlebih dahulu.
*****
Temans
pernah mendapatkan anak yang demikian? Apa saja dijawab tidak bisa. Di depan
umum, dia tidak pernah mau bersuara. Jika dia ditanya akan menjawab dengan
ragu. Beberapa di antaranya merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan apapun.
Dengan
tuntutan prestasi baik, anak bukan semakin yakin dengan kemampuan dirinya.
Akhirnya dia akan mencari jalan lain untuk memperoleh prestasi, misalnya dengan
menyontek. He he.. Kembali pada pembahasan ini lagi ya?
Orang
tua tentu saja ingin anak lebih percaya diri bukan?
Saat
ini banyak sekali training yang memotivasi anak untuk lebih percaya diri, mampu
menjawab tantangan, dan tujuan akhirnya
sukses di masa depan.
Apakah
training-training yang diselenggarakan tersebut berhasil? Saya belum pernah
meneliti dan tahu berapa persen keberhasilan atau kegagalannya.
Namun,
menurut saya kepercayaan diri tidak diperoleh dengan cara yang instan. Sama
dengan pola pengasuhan lain, semua berproses sejak anak masih dini. Sejak anak
balita, bahkan sejak masih bayi. Training karakter dan lainnya hanya stimulus
sesuatu yang pada dasarnya sudah ada dalam diri. Jika anak dibesarkan
dengan masalah maka training akan sulit menemukan hasil.
Pernah
mendengar atau membaca tentang anak belajar dari kehidupan? Beberapa kutipannya seperti pada gambar.
Yang
mana Temans pilih? Semua yang baik bukan? Dalam pembahasan ini, Temans pasti
ingin anak yang penuh percaya diri.
Percaya Diri dan Islam
Islam
menempatkan kepercayaan diri sebagai bagian penting.
Dengan
kepercayaan diri, muslim yakin dengan agamanya. Lebih jauh lagi, percaya bahwa
Allah ada di setiap langkahnya.
Mengimani bahwa semua yang terjadi adalah takdir. Jika takdir menurut
manusia buruk, itu terbaik menurut Allah. Allah tahu segala yang dibutuhkan
manusia.
Ayat
tentang percaya diri dalam Islam juga banyak.
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS. Al Imran: 139)
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan
bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu.” (QS. Fusshilat: 30)
Jadi,
ada 4 hal yang dapat dilakukan menurut Islam agar kepercayaan diri meningkat,
yaitu:
1.
Mengenal Allah, artinya mengenal Islam dan mengimaninya. Dengan mengenal
pencipta, seseorang akan selalu berprasangkan baik kepada Allah.
2.
Mengenal diri sendiri, artinya mengenal arti dan tujuan hidupnya di dunia.
Siapa saja yang sudah mengenal Allah dan dirinya sendiri akan terus berusaha
bermanfaat bagi sekeliling. Tidak pernah ragu dalam bertindak karena Allah
merupakan sebaik-baik penolong.
3.
Berada di lingkungan yang positif; orang tua positif dan teman yang demikian
juga. Bahkan, guru saya pernah menganjurkan bahwa ketika mendoakan anak-anak
menjadi anak shaleh, jangan lupa mendoakan teman-temannya pula. Teman yang
shaleh akan membawa anak menjadi lebih shaleh lagi.
4.
Berdoa pada setiap kesempatan. Manusia yang sudah mengenal Allah dan dirinya
sendiri, yakin bahwa setiap doa akan dikabulkan sesuai janji Allah. Ini akan
membangkitkan kepercayaan diri.
Cara Mendidik Anak
Lebih Percaya Diri
Dirangkum
dari berbagai sumber parenting, orang tua dapat melakukan berbagai cara berikut
agar anak lebih percaya diri.
1. Menanamkan Islam
Sejak Dini
Penanaman
Islam ini penting agar anak dapat melaksanakan dan menemukan 4 hal yang telah
diuraikan sebelumnya.
Penanaman
Islam pada anak dilakukan dengan teladan dan pengajaran.
2. Menghargai Setiap
Usaha dan Prestasi Anak
Di
sekolah taman kanak-kanak anak saya yang keempat, ada slogan, “Setiap Anak
adalah Bintang”. Kata tersebut selalu menginsipirasi.
Saya
tidak boleh memaksa anak-anak untuk memperoleh sesuatu dan harus menghargai
setiap usaha. Mengapa?
Anak
saya ada enam orang, harus yakin bahwa mereka akan menjadi bintang di bidangnya
masing-masing.
3. Membiarkan Anak
Menyelesaikan Masalah Sendiri
Sering
kali orang tua ingin anak segera menyelesaikan pekerjaannya atau merasa
kasihan. Akhirnya, semua dilayani. Ingin mengikat tali sepatu dibantu, makan
disuapi, dan setiap malam dimasukkan buku-buku sekolahnya.
Sikap
ini ternyata akan berdampak buruk lho! Mereka tidak tahu harus bersikap
bagaimana saat orang tua tidak ada. Pada acara-acara tertentu, anak akan merasa
rendah diri.
Namun,
harus diingat bahwa tidak membantu bukan berarti pula membiarkannya. Temans
harus tetap ada di samping untuk memotivasi dan memberikan arahan di saat-saat
terburuk.
4. Memotivasi Anak
untuk Memperoleh Tantangan Baru
Tahapan
selanjutnya, ketika anak sudah terbiasa berusaha menyelesaikan masalah sendiri,
motivasilah untuk memperoleh tantangan baru!
Ajaklah
untuk mencoba permainan baru, menyelesaikan soal matematika yang lebih sulit,
dan ke tempat-tempat baru yang menantang. Cara ini selain meningkatkan percaya
diri, juga meningkatkan skill.
5. Memuji dan Menegur
Tentu
saja di antara semua aktivitas, Temans tidak boleh lupa memberikan pujian dan
teguran. Pujian dan teguran sesuai tempatnya.
Pujian
diberikan ketika anak berhasil melampaui sesuatu meski bukan nomor satu. Ini
membuat anak merasa dihargai. Besarkanlah hatinya.
Ketika
berbuat kesalahan, tegurlah dia! Jangan menerangkan kesalahan di depan
teman-teman atau saudara-saudara lainnya. Itu akan menjatuhkan harga diri.
Tegurlah di saat yang tepat dan kata-kata bijak.
Itulah
Temans, contoh usaha yang dapat dilakukan agar anak lebih percaya diri!
Tidak
ada teori yang pasti menjadi orang tua. Yang tetap harus diingat adalah setiap
anak adalah unik. Meski bersaudara kembar, pasti ada sisi yang berbeda.
Salam
bahagia!
Anak saya juga awalnya tidak percaya diri. Pernah saya bawa kerja, dia nyumput trus ga mau salim. Beraninya sejak sekolah. Apalagi ikut ekskul drumband. Hihi. Kadang tunggu waktu aja si, nanti ada waktunya berani
BalasHapusPemalu itu Mbak. He he.. Ya, kalau terus dimotivasi, anak akan bangkit rasa percaya dirinya
Hapus